Senin, 06 Desember 2010

EBEG (JARAN KEPANG)

Di Desa tajug terdapat sebuah kesenian daerah yang telah turun -temurun dalam kurun waktu yang lama sebagai warisan budaya, kesenian itu biasa disebut dengan kesenian EBEG (Kuda Lumping). Kesenian ebeg merupakan bentuk kesenian tari yang sangat terkenal di daerah Banyumas dan Jawa Tengah pada umumnya, yang menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu. Tarian ebeg di daerah Banyumas menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda. Gerak tari yang menggambarkan kegagahan diperankan oleh pemain ebeg. Di dalam suatu sajian ebeg akan mengalami satu kejadian yang unik yang biasanya ditempatkan di tengah pertunjukan.Atraksi tersebut sebagaimana dikenal dengan bahasa Banyumasan dengan istilah Mendhem (intrans). Pemain akan kesurupan dan akan mengalami atraksi-atraksi unik. Bentuk atraksi tersebut seperti halnya makan beling atau pecahan kaca, makan dedaunan yang belum matang, makan daging ayam yang masih hidup, berlagak seperti monyet, ular dan lain-lain.Ebeg termasuk juga kesenian yang tergolong cukup diperhitungkan dalam hal umur. Diperkirakan kesenian jenis ini sudah ada sejak zaman purba tepatnya ketika manusia mulai menganut aliran kepercayaan animisme dan dinamisme. Salah satu bukti yang menguatkan ebeg dalam jajaran kesenian tua adalah adanya bentuk-bentuk intrans atau ”wuru”.Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme.Pertunjukan ebeg biasanya diiringi dengan alat musik yang disebut Bendhe. Alat musik ini memiliki ciri fisik seperti gong, berukuran lebih kecil dan terbuat dari logam. Akibat perkembangan budaya di Banyumas dan orientasi suatu seni pertunjukan yang dalam tahap awal merupakan sarana ritual telah bergeser pada bisnis seni pertunjukan, tetapi pembenahan dalam ebeg pun segera dilakukan.Penataan pada ebeg yang meliputi bentuk iringan, penghalusan gerak tari, kostum ataupun propertinya banyak dilakukan oleh seniman di Banyumas.Beberapa tahun belakangan ebeg sudah sangat jarang di tampilkan di acara-acara seperti hajatan di kampung-kampung. Keberadaannya seperti tertelan zaman.Namun sepertinya sekarang, kesenian yang terkenal dengan atraksi pemanggilan arwah atau ’indang’ ini kembali marak. Tapi kemunculan kembali seni ebeg ini memberikan sebuah fenomena baru. Perkembangan kesenian ebeg di desa Tajug tidak lepas dari seseorang tokoh yang bernama alm.eyang Mulya ,beliau beserta keluarga dan kerabat serta masyarakat desa tajug telah berperan besar menjaga dan melestarikan kesenian ebeg di Desa tajug, sehingga sampai sekarang kita bisa menikmati kesenian khas yang menjadi kebanggan warga Banyumas pada umumnya dan warga desa Tajug pada khusunya.
D14n